Kamis, 20 Desember 2012

Pemandangan Indah Dari Bukit Clongop


Clongop adalah nama suatu tempat di wilayah Watugajah Gedangsari. Terletak di sebelah utara kecamatan Gedangsari kira-kira berjarak 3 km dari kota kecamatan Gedangsari, atau berjarak 3 km kearah selatan dari balai desa Watugajah. Tempat ini  dihubungkan dengan jalan beraspal  jalur  transportasi yang menghubungkan wilayah Gunungkidul dengan wilayah kabupaten Klaten. Untuk menuju ke tempat ini tidaklah sulit, karena dengan kendaraan roda 2 atau 4 kita bisa  menjangkaunya. Karena letaknya yang tinggi, maka dinamakan Clongop. Menurut  bahasa Jawa clongop berasal dari istilah tansah angop (menguap). Atau bisa juga berasal dari kata clong-clongan kemudian angop yang artinya setelah kita jalan-jalan kemudian istirahat melepas penat kemudian kita menguap karena ngantuk. Memang dahulu waktu jalan ini belum dibangun seperti sekarang, untuk menuju ketempat ini kita harus berjalan kaki yang melelahkan karena letak tempatnya di ketinggian bukit yang pada waktu itu belum bisa dijangkau kendaraan bermotor. Setelah sampai atas kita biasanya kita akan beristirahat untuk melepas lelah sebelum melanjutkan  perajalan berikutnya . Karena udaranya sejuk ditambah rasa lelah biasanya akan terasa ngantuk sehingga tak terasa tansah angop atau sering angop (menguap).
Pada hari minggu atau libur tempat ini banyak dikunjungi orang, baik kaum remaja, anak-anak atau orang tua terutama pada sore hari untuk refresing atau ingin melepaskan lelah, tak ketinggalan para komunitas pothograper yang ingin mengambil momen pemandangan yang indah. Meskipun di bukit ini identik dengan wilayah longsor namun pemandangannya sangat indah. Udaranyapun sejuk, lebih-lebih dikala sore hari atau setelah pulang dari bebergian  kita bisa melepas penat sejenak, sambil duduk di atas talud yang dibangun oleh pemerintah untuk menanggulangi longsor kita  bisa memandang kearah utara. Dimana tampak cekungan yang terbuka menyerupai orang angop dengan beberapa rumah penduduk dan hamparan sawah yang luas. Sedang kalau kita memandang kejauhan tampak obyek wisata Rowojombor dan gunung Bayat di daerah Klaten.

Sabtu, 01 Desember 2012

Bukit Clongop Longsor




Meskipun hujan yang mengguyur wilayah Watugajah Gedangsari tidak begitu deras tetapi mengakibatkan tebing bukit Clongop longsor. Longsor kali ini terjadi di dua tempat, tepatnya di sebelah barat dari tebing yang longsor beberapa waktu yang lalu. Meskipun longsor kali ini tidak membahayakan pengguna jalan namun pengguna perlu berhati-hati karena jika hujan tiba, maka tanah dan bebatuan yang menutup slokan akan mengakibatkan tersumbatnya got. Akibatnya airpun akan mengalir ke ruas jalan sehingga keadaan akan membahayakan pengguna jalan dikarenakan jalan menjadi licin dengan adanya tanah berlumpur yang menutup jalan aspal. Oleh karena itu sebelum hujan tiba tanah dan bebatuan yang berserakan menutup got  ini  ada pihak yang  perlu segera  mengambil tindakan untuk membersihkannya, mengingat jalan ini sangat ramai. Hampir sepanjang hari  jalan yang menghubungkan  wilayah Gunungkidul dengan daerah Klaten ini banyak dilalui oleh pelajar, pedagang, pekerja dari daerah Gedangsaril ke Klaten atau sebalikya. Tak terkecuali pada hari Minggu dan libur jalan inipun juga menjadi ramai  oleh wisatawan dari Klaten yang ingin bepergian ke obyek wisata di daerah Gunungkidul. Tebing Clongop memang termasuk kawasan rawan longsor hal ini dikarenakan tanah disekitar tebing tersebut sangat labil sehingga sewaktu-waktu terjadi hujan akan mengalami longsor.

Rabu, 31 Oktober 2012

Pohon Duwet Itu Kini Sudah Langka


Desa Watugajah merupakan desa yang kaya akan hasil perkebunan. Selain pisang, srikaya dan mangga juga buah duwet. Di era tahun 1980 dan 1990 pohon duwet banyak tumbuh di pekarangan warga. Meskipun tidak sebanyak pohon srikaya atau mangga pada era tersebut ada ratusan pohon duwet tumbuh subur di wilayah Watugajah. Lebih-lebih di Banyunibo Padukuhan Watugajah. Di daerah ini hampir tiap pekarangan rumah warga ditanami pohon duwet. Pada era itu panen buah duwet boleh dikatakan cukup lumayan,  selain buahnya di makan sendiri tak sedikit warga yang memiliki pohon duwet banyak menjual hasil kebunya ke daerah lain seperti Bayat, Wedi atau Prambanan. Sehingga sedikit banyak bisa menambah penghasilan mereka. Bagi pemilik  pohon duwet pada masa sekarang ini saatnya musim panen.

Buah duwet yang berwarna ungu kehitam-hitaman di kala sudah masak tenyata sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Ternyata buah duwet dapat mencegah kelebihan kolestrol dalam darah. Menurut penelitian buah duwet juga dapat digunakan untuk pengobatan kecing manis, batuk kronis, sesak napas, diare, nyeri lambung,  dan buah duwet juga mengandung vitamin C. Selain itu daun pohon duwet bagi pemilik ternak dapat digunakan sebagai makanan ternak, batang pohon duwet dapat juga diguanakan sebagai bahan bangunanan, rantingnyapun berguna sebagai kayu bakar untuk memasak.

Di wilayah Watugajah pohon duwet itu kini sudah sangat jarang dijumpai, meskipun beberapa warga masih menanam di pekarangnya.  Hal ini dikarenakan pada saat panen buah duwet para petani kesulitan untuk memetik buahnya, karena pohon duwet biasa memiliki pohon yang besar padalah buahnya ada diujung ranting yang sulit  dijangkau. Selain itu buah duwet sudah tidak digemari lagi seperti dulu, lebih-lebih dengan datangnya buah impor dari negara lain.

Senin, 02 Juli 2012

Kerja Bakti Warga Gunungcilik Temukan Ratusan Peluru




GUNUNGKIDUL—Sebanyak 145 butir peluru berbagai ukuran ditemukan warga Dusun Gunungcilik RT 09/RW 08, Desa Watugajah, Kecamatan Gedangsari saat bekerja bakti, Minggu (24/6).
Kapolres Gunungkidul, AKBP Ihsan Amin mengatakan, peluru itu ditemukan di sekitar makam Sumbersari, Minggu (24/6) sekitar pukul 10.00 WIB.
“Saat kerja bakti, warga menemukan peluru itu,” kata AKBP Ihsan, Selasa (26/6).
Peluru itu pertama kali ditemukan warga Dusun Gunungkcilik, Marno Suwito, 70 serta Ngadino, 35. Kala itu warga sedang mencabut akar pohon mangga. Ratusan peluru itu tertanam di bawah akar pohon tersebut. Penemuan peluru itu lalu dilaporkan ke Kepolisian Sektor Gedangsari.
“Pelurunya menggumpal di bawah tanah,” kata AKBP Ihsan.
Sebanyak 82 peluru yang telah berkarat itu di antaranya untuk senjata api laras panjang. Sisanya merupakan peluru senjata api laras pendek.
“Peluru itu masih aktif dan terbungkus plastik,” katanya.
Berdasarkan identifikasi, di ujung peluru itu terdapat angka 1956 serta 1961. Peluru itu, ujar AKBP Ihsan, dapat digunakan untuk senjata jenis FN serta AK-47.
Polres Gunungkidul membawa peluru itu ke Gegana Brimob DIY untuk identifikasi lebih lanjut. (ali). Sumber Harian Jogja





Selasa, 24 April 2012

KONFLIK PERBATASAN DIY-Jateng di Jalan Poros 88


GUNUNGKIDUL—Pemerintah Desa Watugajah, Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul mempersoalkan lahan di area perbatasan Jawa Tengah dan DIY.
Di lahan yang terletak di sekitar Jalan Anjir atau Jalan Poros 88 itu terdapat pohon-pohon jati. Warga juga membangun warung di sana.
Kepala Desa Watugajah, Subirman mengatakan, persoalan ini semakin meruncing ketika patok perbatasan Jateng-DIY di area itu bergeser. Akibatnya, sejumlah bagian lahan menjadi masuk ke wilayah Desa Kaligayam, Kecamatan Wedi, Klaten.
“Seharusnya lahan itu masuk ke wilayah Desa Watugajah,” kata Subirman, Rabu (18/4).
Menurut dia, lahan itu memiliki lebar lima meter dan panjang 30 meter. Terdapat lima warung di atas lahan itu.
Subirman mengatakan, pada Januari lalu telah digelar pertemuan antara pihak Pemdes Watugajah, Kaligayam, Pemerintah Provinsi DIY dan Pemprov Jateng. Hasil dari pertemuan itu, ujar Subirman, salah satunya adalah kesepakatan mengenai pengukuran batas wilayah.
“Sebelum ada pengukuran batas wilayah, kedua belah pihak sepakat untuk ikhlas jika akhirnya lahan itu masuk ke Watugajah atau Kaligayam,” kata Subirman.
Kesepakatan itu, ujarnya, disaksikan oleh sejumlah tokoh masyarakat. Menurut Subirman, setelah ada pengukuran, patok perbatasan itu diletakkan di wilayah Kaligayam. Akibatnya, sejumlah lahan dianggap masuk ke dalam wilayah Watugajah. Namun, beberapa waktu kemudian, posisi patok itu diubah dan diletakkan di wilayah Watugajah.(ali) Sumber Harian Jogja