Sengketa Tanah Watu Gajah Dibawa ke Provinsi DIY
Tribun Jogja - Selasa, 6 Desember 2011 23:37 WIB
|
Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
Desa Watugajah merupakan desa di wilayah kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul. Desa yang terletak paling utara dari wilayah Gunungkidul berbatasan dengan wilayah Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah.
Sengketa Tanah Watu Gajah Dibawa ke Provinsi DIY
Tribun Jogja - Selasa, 6 Desember 2011 23:37 WIB
|
Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
Selain srikaya buah mangga merupakan tanaman unggulanbagi masyarakat Desa Watugajah Gedangsari Gunungkidul. Begitu banyaknya tanaman mangga yang semula tumbuh secara alami kini hampir semua lahan pertanian yang dimiliki masyarakat dijejali pohon mangga. Baik tanah pekarangan di lingkungan rumah atau digunung-gunung yang ada di Watugajah penuh dengan tanaman mangga. Tanaman mangga sendiri bagi masyarakat Watugajah sudah ada run temurun atau sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, dan kebanyakan mangga yang ada adalah jenis mangga malam. Yaitu mangga yang bentuknya bulat dan berkulit putih kehijau-hijauan pada waktu masih mentah dan berwana kuning pada waktu sudah masak. Sedang sebagian lagi adalah jenis mangga arummanis, mangga gadung, talijiwo, manalagi, kweni, golek, dan sebagainya.
Di saat musim kemarau ini masyarakat Watugajah perlu bersyukur karena tanaman mangga usia produktif sudah banyak yang berbuah. Bahkan pada bulan ini masyarakat sudah memulai menikmati hasil panen buah mangga. Karena banyaknya tanaman yang dimiliki masyarakat hasil panen mangga selain dinikmati sendiri juga dijual ke beberapa daerah. Hampir tiap pagi para pedagang buah dari wilayah Watugajah berbondong-bondong baik dengan sepeda motor, atau secara rombongan menggunakan mobil menjual dagangannya ke daerah lain seperti Klaten, Sleman, Prambanan, Yogyakarta ataupun Solo. Dari hasil penen ini tentu saja akan meningkatkan penghasilan petani mangga dan pedagang mangga yang ada di daerah ini. Harga mangga malam oleh petani dijual perbiji dengan harga Rp. 500,00 sedang untuk mangga jenis arum manis mecapai Rp. 1.000,00 perbuah.
Memang tidak semua mangga berbuah, hal ini dikarenakan ada hama mangga yang oleh masyarakat disebut geret yaitu pohon mangga yang di dalamnya ada semacam ulat sehingga membuat pohon mangga tersebut keropos yang ujung-ujungnya menjadi patah kemudian mati. Meskipun demikian masyarakat selalu berusaha untuk membasmi hama ini dibantu oleh Dinas Pertanian bahkan beberapa tahun lalu pembasmian hama dilakukan dengan memasukkan cairan ke bagian dalam pohon mangga dengan cara diinfus layaknya mengobati pasien yang sedang sakit. Sehingga kedepan sebagai tanaman unggulan yang mengguntungkan bagi pemiliknya perawaatan mangga perlu diperhatiakan seperti pemberantasan hama, pemupukan, perawatan benalu, dan tentu saja peremajaan untuk mengganti tanaman yang mati karena hama atau sudah tua.
Populasi burung di Watugajah sendiri kini jauh berkurang hal ini disebabkan banyaknya perburuan liar. Hampir setiap pagi banyak pemburu burung datang ke Desa Watugajah, lebih-lebih pada hari libur. Mereka datang secara perorangan tetapi tak sedikit yang datang secara berkelompok. Dengan mengendari sepeda motor dan membawa senapan yang dilengkapi dengan berbagai asesoris dan berpakaian khusus. Kebanyakan pemburu ini berasal dari luar wilayah Watugajah sendiri, mereka datang tidak mengenal waktu. Kadang pagi di saat burung masih keluar dari peraduannya dalam keadaan masih lapar sudah diintai dan dikejar-kejar oleh mereka. Entah untuk apa mereke berburu, apakah untuk mencari dagingnya kemudian di konsumsi atau untuk gagah-gagahan biar mereka dianggap penembak jitu. Kemungkinan yang kedua inilah yang terjadi, karena mereka berburu dengan naik kendaraan bermotor yang bagus, senapannyapun bermerk, dan pakaiannyapun berseragam tertentu. Boleh dikatakan mereka dari orang berkecukupan, kalau hanya untuk membeli daging burungpun tentunya dengan kekayaan yang mereka miliki dia akan mampu.
Akibat dari perburuan liar inipun juga mengancam populasi unggas yang lain, seperti ayam hutan yang beberapa waktu lalu banyak dijumpai di bukit-bukit wilayah Watugajah. Kini populasi ayam hutan hampir dikatakan tidak ada lagi, hal ini dapat dilihat dari aktifitas ayam hutan yang setiap hari berkokok sudah tidak terdengar kembali atau ayam hutan yang kadang-kadang sampai di lingkungan wilayah penduduk kinipun sudah tidak ada lagi. Selain itu aktifitas pemburu inipun kadang mengganggu aktifitas penduduk, karena mereka datang di perkampungan penduduk tanpa permisi dengan masyarakat sekitar. Bahkan tidak mengenal waktu, kadang pagi, sing, sore atau bahkan malam hari. Padahal jika kita amati di daerah tertentu pemulung saja dilarang masuk meskipun barang-barang yang dicari hanyalah barang bekas yang sudah tidak terpakai lagi. Mungkinkah kita perlu membuat aturan perburuan unggas dengan Peraturan Daerah atau kita perlu membuat tulisan disetiap jalan masuk di wilayah Watugajah dengan tulisan “PEMBURU DI LARANG MASUK”.
Sebagaimana layaknya perkumpulan di desa waktu berkumpul warganya menggunakan hari pasaran. Perkumpulan yang dimaksud adalah paguyupan Ngudi Rejeki yang berada di wilayah RT 01 RW 01 Dusun Watugajah Desa Watugajah Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul. Paguyuban ini merupakan tempat berkumpulnya bapak-bapak di lingkungan wilayah tersebut, yang dilaksanakan selama 35 hari atau dalam istilah bahasa Jawanya adalah selapan hari sekali tepatnya setiap Malem Minggu Pon. Pada komunitas ini para anggota berkumpul untuk melakukan kegiatan seperti simpan pinjam, mengadakan tabungan wajib untuk kas paguyuban, mengadakan tabungan sukarela yang nantinya akan dikembalikan kepada anggota sesuai besar tabungan yang dimilikinya, mengadakan arisan, memberikan santunan jika ada anggota atau keluarga yang menderita sakit. Selain kegitan tersebut pada komunitas ini juga membahas kemajuan lingkungan sekitar dengan cara menyampaikan aspirasi dan melaksakanan musyawarah serta menerima informasi yang ada hubungannya tentang pemerintahan desa yang biasanya disampaikan oleh Kepada Dukuh atau Kepala Desa. Pada waktu tertentu paguyuban juga mengadakan kegiatan kerja bakti untuk bebersihan lingkungan, mengadakan kegiatan keagamaan, dan silaturahmi jika ada anggota atau warga yang sedang menderita sakit, jagong jika ada warga yang punya hajatan.
Bahkan dari hasil perkumpulan ini, kini warga di lingkungan tersebut telah memiliki barang-barang inventaris seperti kursi, tikar, piring, sendok, gelas dan barang pecah belah lainnya. Dengan barang-barang inventaris tersebut masyarakat yang punya hajat kecil-kecilan tidak usah meminjam dari tempat lain. Manfaat lain dari perkumpulan ini adalah memberikan pinjaman kepada anggotanya yang memerlukan modal untuk berusaha kecil-kecilan dan dari uang kas yang dimiliki paguyuban juga melakukan pembangunan untuk kemajuan lingkungan serta penambahan barang-barang inventaris yang diperlukan warganya. Pada tahun 2007 paguyuban ini telah mendapat bantuan pinjaman modal dengan bunga lunak untuk pemeliharaan tanaman mangga dari Dinas Pertanian Kabupaten Gunungkidul dan berkat ketekukan anggotanya pinjaman tersebut telah lunas pada tahun 2010.
Bermain dengan alat mainan tradisional merupakan hal yang sudah biasa bagi siswa TK PKK Watugajah baik di sekolah atau di rumah. Karena keberadaan Taman Kanak-kanak yang berada di pedesanaan ini sehari-hari sudah akrab dengan permainan tradisional dan tentu saja sudah akrab dengan alam lingkungan sekitarnya. Sehingga untuk mencari dan membuat alat permainan tradisional tidaklah sulit. Untuk membuat alat permainanpun cukup mengambil dari alam sekitarnya seperti membuat alat permaian mobil-mobilan dengan tanah liat, dari balok kayu yang tidak terpakai, atau dari kulit jeruk bali, meronce dengan menggunakan pelepah daun ketela, membuat terompet dari janur pohon kelapa, membuat gasing dari buah bluluk, membuat kapal-kapalan atau pesawat terbang dari kertas bekas, membuat penutup kepala dari rangkaian daun nangka, bermain kuda dengan pelapah daun pisang, naik perahu di sungai dengan batang bambu atau pisang, membuat kalung dari biji srikaya, memawarnai dengan menggunakan warna dari bahan dedaunan yang masih muda, dan masih banyak permainan lainnya yang bisa dibuat dari bahan alam sekitar atau bahan bekas yang tidak terpakai. Pada hari tertentu para siswanya juga diperkenalkan dengan lingkungan dan alam sekitar dengan diajak berjalan mengelilingi tempat-tempat disekitarnya untuk lebih mengenal kekayaan alam, dan keindahan alam yang ada di wilayah tersebut.
Namun demikian dengan majunya perkembangan teknologi anak pun perlu diperkenalkan dengan lingkungan yang lebih modern. Oleh karena itu pada hari Minggu tanggal 6 Maret 2011 sebanyak 26 siswa yang didampingi oleh orang tua masing-masing mengikuti kunjungan wisata sambil bermain di Kids Fun Yogyakarta. Dengan kunjungan ini diharapkan anak akan mendapat pengalaman sesuai dengan usianya tentang kemajuan teknologi. Karena di arena ini anak bisa bermain dengan alat-alat yang lebih modern seperti mengemudikan mobil, mengemudikan kendaraan bermotor di darat maupun di air, naik kereta ulat, flyling fox, arung jeram, Jurassic park (petualangan dinosaurus), mandi bola, komedi putar, sepeda air, bermain senI peran di atas panggung dan permainan lainnya.