Minggu, 28 Maret 2010

Padukuhan Jelok Pusatnya Buah Srikaya


Sebagaimana layaknya daerah Gunungkidul daerah ini tidaklah subur bahkan termasuk lahan kritis, jika musim kemarau kadang kekurangan air sedang pada musim penghujan rawan dengan bahaya tanah longsor. Namun berkat kesungguhan, keuletan dan kerja keras yang pantang menyerah warganya daerah ini menjadi lahan yang produktif. Daerah yang dimaksud adalah Padukuhan Jelok Desa Watugajah Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul. Wilayah Jelok merupakan wilayah penghasil buah Srikaya (Annona squamosa). Pohon srikaya biasa berbuah pada musim penghujan atau tepatnya pada awal musim penghujan bersamaan dengan mulai seminya daun biasanya bersamaan dengan tumbuhnya bunga. Baru kemudian setelah tiga 2 atau tiga bulan buahnya bisa dipetik.

Bagi warga Jelok khususnya tanaman srikaya merupakan taman idola, karena dari hasil tanaman buah ini para warganya bisa mencukupi kebutuhan hidupnya seperti untuk mencukupi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Bahkan tak sedikit dari hasil buah ini warga Jelok bisa membiaya anaknya sekolah, membeli kendaraan, alat-alat elektornik atau memperbaiki rumah tempat tinggalnya. Usaha para petani dalam menangani tanaman srikaya di daerah ini bisa dikatakan professional. Karena setiap jengkal tanah yang dimiliki pasti ada tanaman srikaya. Selain itu tanaman srikaya di daerah ini memang dirawat seperti layaknya tanaman buah lainya, pada waktu-waktu tertentu dibersihkan rumputnya (didangir) , diberi pupuk disekelilingnya, disemprot dengan obat anti serangga dan dipangkas ranting-ranting yang sudah tidak produktif, serta tanaman yang hampir punah biasanya diganti dengan bibit yang lebih baru. Di daerah ini selain menjual buah srikaya sebagian masyarakat juga ada yang menjual bibit tanaman yang sudah siap tanam, dan biasanya dalam jangka waktu 3 sampai 5 tahun akan berbuah.

Menurut pemilik kebun dan juga pedagang buah srikaya Suratmin mengatakan bahwa pada waktu musim panen srikaya hampir tiap harinya ada sekitar dua truk dan puluhan sepeda motor yang mengangkut hasil panen daerah ini ke luar daerah untuk dipasarkan. Buah srikaya daerah ini biasanya dipasarkan ke daerah Bayat, Wedi, Gantiwarno, Klaten, Prambanan, Surakarta dan Yogyakarta. Para konsumen biasanya senang buah srikaya dari daerah ini karena selain buahnya manis, daging buahnya besar-besar. Memang untuk membawanya agak sulit tetapi bagi masyarakat di daerah ini karena sudah terbiasa hal ini tidaklah menjadi kendala. Biasanya buah dibawa dengan tenggok ditata bersap dengan menggunakan penyekat daun pisang. Dengan cara ini buah yang sudah masak tidak akan rusak meskipun dijual kedaerah yang jauh.

Di daerah yang memiliki luas tanah seluas 165 hektar, sebagian besar ditanami srikaya sehingga di wilayah di memiliki puluhan ribu pohon srikaya yang setiap pohonnya bisa menghasilkan 2 kg sampai 3 kg buah dengan harga Rp. 8.000,00 per kilo.

Rabu, 17 Maret 2010

Petani Watugajah Mulai Panen Padi


Meskipun sempat dihantui gagal panen karena curah hujan yang tidak rutin akhirnya para petani di Desa Watugajah Gedangsari dapat bernafas lega. Pasalnya hasil panen untuk musim ini boleh dikatakan menggembirakan, karena tanaman padi tidak teserang hama wereng atau tikus. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil panen rata-rata naik dibanding tahun sebelumnya, meskipun kenaikannya hanya berkisar 10 % dari hasil tahun lalu.

Seperti kita ketahui bahwa sebagian besar petani wilayah Watugajah masih mengandalkan curah hujan atau sawah tadah hujan. Biasanya petani menanam padi dengan sistem gogo yaitu pada waktu musim datang hujan langsung menanam padi dengan cara disebar atau dilubangi tanpa harus dibajak atau digaru terlebih dahulu, baru untuk penanaman yang kedua biasanya lahan dibajak atau digaru terlebih dahulu dikarenakan pada musim ini air sudah melimpah. Setelah dua minggu kemudian tanaman mulai disiangi (matun) untuk menghilangkan rerumputan disekitar tanaman baru diadakan pemupukan, baik dengan pupuk organik maupun non organik. Dengan sistem ini biasanya petani dapat menanam dan memanen hasil sebanyak dua kali dalam setahun. Hasil panen ini biasanya oleh para petani disimpan dalam bentuk gabah sebagai cadangan pangan dan sebagian ada pula yang di jual untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dengan penyimpanan dalam bentuk gabah ini diharapkan lebih tahan lama dan baru digiling saat hendak dibutuhkan.

Desa Watugajah sendiri merupakan desa di wilayah Gedangsari yang kini sedang menuju desa mandiri pangan Meskipun dalam rangka mewujudkan desa mandiri pangan ini masih banyak tantangan yang harus dihadapi terutama banyaknya saluran irigasi yang sudah rusak sehingga mengurasi produktifitas padi.

Selasa, 09 Maret 2010

Hujan deras berakibat talud longsor


Hujan deras mengguyur wilayah Watugajah dan sekitarnya pada hari Minggu 7 Maret dan Senin 8 Maret 2010. Hujan yang terjadi pada waktu sore hari tersebut disertai angin kencang dan sesekali terdengar Guntur menggelegar. Akibat dari curah hujan tersebut mengakibatkan talud tebing jalan yang menghubungkan Desa Watugjah dengan Kecamatan Gedangsari mengalami longsor. Adapun talud tebing yang longsor terjadi di sebelah barat kurang lebih berjarak 200 meter dari arah Clongop. Seperti tampak dalam foto pada bagian berita ini tebing talud yang rusak kurang lebih lebar 20 meter. Tak jauh dari talud yang longsor di bagian atas jalan yang menghubungkan Clongop dengan wilayah Watugajah atau jalan menuju ke Klaten juga mengalami longsor. Meskipun ruas jalan masih dapat dipergunakan untuk lewat kendaraan roda dua atau empat namun pengemudi harus hati-hati mengingat tanah yang longsor masih menutup sebagian badan jalan. Lebih-lebih jika hujan turun kemungkinan longsor susulan akan terjadi sehingga jalanpun menjadi licin.

Sementara itu di bagian lain menurut Kepala Dukuh Watugajah Paidi yang dihubungi penulis mengatakan bahwa ada dua titik di wilayah Banyunibo Padukuhan Watugajah juga mengalami longsor sehingga menutup jalan yang menghubungkan antara Clongop dengan Padukuan Jelok Watugajah. Titik pertama longsor sepanjang 10 meter dan titik kedua longsor sepanjang 7 meter dan kini sedang dibersihkan secara gotong royong oleh masyarakat wilayah Banyunibo dan sekitarnya agar akses jalan kembali normal. Dilaporkan sejauh ini tidak ada korban jiwa.